Dua Hati Saling Memiliki
Oleh : Junitha Hornet
Seperti biasa saat sore menjelang gadis berusia dua puluh satu tahun itu duduk beralaskan selembar kain di bawah pohon akasia di sudut kebun tak jauh dari rumahnya. Dua ratus meter dari tempat ia duduk nampak banyak anak-anak sedang bermain di tanah lapang, kemudian gadis berkulit putih yang memiliki kebiasaan menulis blog dan banyak meninggalkan jejak tulisannya di berbagai jejaring sosial itu mulai membuka notebook kesayangannya.Rambutnya yang terurai perlahan tersapu angin. Penyuka warna hijau itu mulai meresap teh kotak yang sengaja dibawanya kemudian mengunyah sepotong cookies kedalam mulutnya, ritual itu biasa dilakukannya sebelum mulai menyibukan diri dengan menulis.
Jika awan saja akan kembali cerah lepas hujan, mengapa wajahmu tak terlihat cerah akhir-akhir ini.Sebaris captions ia tulis di beranda akun instagramnya. Tak berselang lama muncul sebuah notifikasi sebuah komentar singkat.
Itu karena cintaku padamu belum juga tersampaikan.Sontak gadis itu terperanjat, niat hati hanya ingin menulis isi dari sebuah novel yang baru selesai ia baca, rupanya mendapat tanggapan dari sebuah akun bernama ‘Rintik Hujan’, sosok satu ini intens memberinya like, ataupun komentar disetiap postingannya, namun ia tak mengenalnya karena dalam feed instagramnya tak ada foto profilnya.
“Nama pena yang membuat penasaran,” gumannya, lalu ia merespons komentar itu dengan meberi tanda jempol, kemudian gadis itu melanjutkan menulis sebuah artikel di blog pribadinya hingga senja dan matahari pun mulai meninggalkan peraduannya.
Saat melintasi gedung ruang kesenian tak sengaja ia berpapasan dengan cowok bernama Bayu, Mahasiswa semester enam jurusan Ilmu Komunikasi, keduanya terperangah saat bertemu. Bayu melempar senyum dan dibalas dengan senyuman manis, cowok itu sedikit membungkukkan badan kemudian memberi jalan mempersilahkan agar gadis itu kembali melanjutkan langkahnya.
Gadis itu mempercepat langkah kakinya, kemudian berbelok dan berhenti bersandar disebuah dinding.
“Sial jantungku hampir saja copot,” ungkapnya, sambil meraba-raba isi tasnya mencari botol air mineral, gadis itu merasa dehidrasi seketika setelah berpapasan dengan seorang cowok yang selama ini telah mengalihkan perhatiannya, tak jarang sosok cowok itu pun menari-nari dalam pikirannya dan mengaduk-aduk perasaannya namun aneh tak ada keberanian dari gadis itu untuk mengenalnya lebih dekat.
***
One year ago ...
Hari ini adalah hari kedua Masa Orientasi Siswa baru (MOS). Rara panggilan akrab Chika Azura itu berjalan dengan sangat tergesa-gesa menuju ke aula kampus. Rupanya Rara terlambat datang karena sepeda motornya mengalami pecah ban ditengah perjalanan, hingga ia harus meninggalkan motornya disebuah bengkel untuk diperbaiki, kemudian melanjutkan perjalanannya menggunakan ojek online.Sesampainya di ruang aula semua mata memandangnya, moment ini menjadi kesempatan bagi panitia untuk memberi hukuman karena Rara datang terlambat.
“Ma-af Kak sa-ya terlambat.” Rara berdiri diantara segerombolan kakak kelasnya yang sebagian besar dari mereka adalah panitia.
“Sebagai hukuman karena kamu datang terlambat, kamu harus mendapatkan tanda tangan ketua SENAT mahasiswa jurusan komunikasi,” salah satu panitia memberinya perintah.
“Ba-ba-ik Kak,” suara gadis itu terbata-bata, Rara pun mau tak mau menyanggupi perintah tanpa bisa memberi alasan dan membela diri, kemudian gadis manis itu kembali bergabung dengan teman-teman yang lainnya.
***
Hampir satu pekan kegiatan MOS dilaksanakan, ini adalah hari terakhir. Rara masih belum juga mendapatkan tanda tangan dari ketua senat. Rara sudah berusaha keras mencari informasi sosok ketua senat bernama Bayu itu, akan tetapi hingga acara MOS hampir usai tak juga ditemui.
“Wah, aku benar-benar dikerjain nih sama panitia,” gerutunya, “Sebelum acara penutupan aku harus mendapatkan tandatangan itu”.
Saat sibuk mencari informasi keberadaan Bayu, tak sengaja Rara melihat Rakha teman Abangnya yang juga kuliah di satu Fakultas hanya saja beda jurusan, gadis itu pun menghampirinya.
“Hai Ra,” Rakha bertubuh tinggi tegap itu melambaikan tangan nampak dari kejauhan, rupanya cowok itu sudah melihat Rara yang sedang berlari kearahnya.
“Kak, Kakak kenal anak jurusan komunikasi yang namanya Bayu Pramana? dia ketua senat,” tanyanya dengan tergesa-gesa sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
“Ada masalah apa Ra?” jawabnya sambil merapikan setumpuk proposal skripsinya.
“Nothing sih Kak, semuanya aman, Rara cuma butuh tandatangannya, tempo hari aku telat datang ke kampus, kena hukum deh sama panita yang lain,” keluhnya.
“Tadi sih Kakak lihat Bayu ada di ruang Dekan, kayaknya sih mau berangkat ke Bandung sama rombongan mahasiswa yang lain, ada acara kampus, itu busnya,” Rakha menunjuk kearah bus pariwisata yang terparkir di area kampus.
“Ke Bandung?” tandasnya.
“Nah itu tuh orangnya,” Rakha menunjuk salah satu mahasiswa yang berjalan diantara gerombolan mahasiswa yang akan menaiki bus.
“Yang mana Kak?” Rara penasaran.
“Itu yang pake jacket blue jeans, topi hitam.” tunjuknya.
“Okey Kak, makasih ya,” Rara kemudian berlari meninggalkan Rakha.
***
Bus pariwisata sudah hampir terisi penuh oleh mahasiswa-mahasiswi yang akan mengadakan study banding di salah satu universitas yang ada di Bandung. Rara berlari kearah bus sebelum bus itu pergi meninggalkan kampusnya. Gadis itu menaiki salah satu bus namun sayang orang yang dia cari belum juga ditemukan, Rara turun dari bus itu kemudian menaiki bus lainnya.
“Permisi kak, permisi.” gadis itu turut berdesak-desakan dengan mahasiswa lain memasuki bus, dia mencari cowok yang memakai jaket dan bertopi hitam seperti arahan Rakha. Namun lagi-lagi gadis itu menuai kekecewaan tak ada satupun cowok berpakaian seperti itu ditemukannya.
“Permisi kak, permisi.” gadis itu turut berdesak-desakan dengan mahasiswa lain memasuki bus, dia mencari cowok yang memakai jaket dan bertopi hitam seperti arahan Rakha. Namun lagi-lagi gadis itu menuai kekecewaan tak ada satupun cowok berpakaian seperti itu ditemukannya.
Saat menuruni bus Rara berpapasan dengan cowok itu, dengan sigap Rara menarik tangannya dan turun dari bus.
“Syukurlah ketemu juga, maaf! Kakak namanya Bayu kan?” gadis itu menyapanya dan tanpa sadar tangan cowok itu masih dipegangnya erat-erat.
“Oh maaf kak,” gadis itu dengan cepat melepaskan tangannya. Bayu kebingungan melihat tingkah laku gadis yang baru pertama kali dilihatnya.
“Kenalin Kak, aku Rara, mahasiswa baru," Rara mengulurkan tangannya.
“Syukurlah ketemu juga, maaf! Kakak namanya Bayu kan?” gadis itu menyapanya dan tanpa sadar tangan cowok itu masih dipegangnya erat-erat.
“Oh maaf kak,” gadis itu dengan cepat melepaskan tangannya. Bayu kebingungan melihat tingkah laku gadis yang baru pertama kali dilihatnya.
“Kenalin Kak, aku Rara, mahasiswa baru," Rara mengulurkan tangannya.
"Mmmm, Kakak bisa minta tolong tanda tangan di buku ini?” pintanya tanpa basa-basi. Bayu yang masih merasa heran menuruti kemauannya, cowok berbadan tinggi dan berkulit sawo matang itu menandatangani buku bertuliskan ‘Saya janji tidak terlambat lagi’. ketua senat mahasiswa itu tersenyum dan tahu alasan kenapa gadis cantik itu ada dihadapannya saat ini.
“Kamu dapat hukuman dari panitia?” tanyanya, sambil tersenyum.
“Iya Kak, tempo hari terlambat karena motorku mogok di jalan.” jawabnya penuh kelegaan.
“Eh tunggu, kamu mimisan?” cowok itu reflek mengambil sapu tangan dari saku kemejanya, sembari berlutut kemudian menyeka hidung Rara yang mengalir darah segar.
“Oh, Nggak papa Kak, kayaknya aku kecapaian nyariin Kaka dari pagi,"
“Kamu dapat hukuman dari panitia?” tanyanya, sambil tersenyum.
“Iya Kak, tempo hari terlambat karena motorku mogok di jalan.” jawabnya penuh kelegaan.
“Eh tunggu, kamu mimisan?” cowok itu reflek mengambil sapu tangan dari saku kemejanya, sembari berlutut kemudian menyeka hidung Rara yang mengalir darah segar.
“Oh, Nggak papa Kak, kayaknya aku kecapaian nyariin Kaka dari pagi,"
"Sudah biasa kalau kecapaian biasa mimisan, ga papa kok makasih ya Kak,” Rara kemudian berlalu meninggalkan cowok itu, masih dengan menekan-nekan hidungnya menggunakan sapu tangan untuk menghentikan darah agar tidak keluar.
***
Tiin.…tiin…Suara Klakson mobil itu memekakan telinga.
“Bayu, ayo buruan, sudah terlambat nih,” ajak salah satu mahasiswa yang berada didalam bus. Bayu kemudian menaiki kendaraan itu dengan terus memandang gadis yang bernama Rara dengan hati cemas karena melihatnya mimisan, hingga bus itu menjauh dari area parkir kampus.
Disinilah awal pertemuan mereka berdua, sebelum dikemudian hari mereka memiliki banyak kisah dalam hari-hair yang mereka lalui.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Rara menjadi mahasiswa ilmu komunikasi di kampusnya. Gadis itu disibukan dengan rutinitas yang begitu padat. Sesekali gadis itu melihat Bayu kakak kelasnya itu sedang sibuk dengan kegiatannya, gadis itu tak pernah melupakan awal mula perjumpaannya dengan sapu tangan putih bergambar sehelai bulu angsa berwarna silver milik ketua senat mahasiswa yang hingga saat ini masih ia simpan. Sebaliknya, Bayu pun sering melihat adik kelasnya itu dari kejauhan.
Hingga suatu hari di kantin kampus, Bayu mengulurkan sebuah buku catatan berwarna teracota dengan gambar siluet seorang laki-laki merteduh dibawah payung saat turun hujan, sampul itu bertuliskan ‘Rintik Hujan”.
***
Hingga suatu hari di kantin kampus, Bayu mengulurkan sebuah buku catatan berwarna teracota dengan gambar siluet seorang laki-laki merteduh dibawah payung saat turun hujan, sampul itu bertuliskan ‘Rintik Hujan”.
Rara terperanggah lalu menatap cowok itu dengan lekat, sosok cowok yang selama ini menghiasi setiap postingannya itu rupanya Bayu, kakak kelas yang selama ini diam-diam ia kagumi, Bayu hanya tersenyum memperhatiakan gadis cantik yanga ada didepannya itu dalam kebingungan.
Gadis itu membaca lembar demi lembar goresan pena yang ditulis oleh Bayu. Segala curahan hati terangkai dengan indah, apa yang Bayu rasakan ternyata sama dengan apa yang Rara rasakan selama ini.
Gadis itu kemudian kembali menulis diiringi lagu-lagu easy listening favoritnya, menulis dengan mendengarkan musik menjadikan ide-idenya mengalir begitu deras. Malam ini Chika Azura meninggalkan jejak aksaranya di akun Instagramnya.
Gadis itu kemudian kembali menulis diiringi lagu-lagu easy listening favoritnya, menulis dengan mendengarkan musik menjadikan ide-idenya mengalir begitu deras. Malam ini Chika Azura meninggalkan jejak aksaranya di akun Instagramnya.
Terima kasih telah menjadi malaikat tak bersayapku selama ini, jika garis Tuhan menyatukan kita kelak, bahagia pasti aku rasakan.Tak berselang lama, satu tanggapan dari pemilik akun ‘Rintik Hujan” muncul di berandanya.
Untuk menuju kearah situ, terlebih dahulu aku harus membahagiakanmu, hingga tak ada lagi rasa ragu dihatimu untuk memilihku kelak, dan hidup bersama-sama dalam suka maupun duka, bersabarlah untuk menungguku, aku akan menjemputmu.Kemudian mereka berdua larut dalam Do’a panjang masing-masing, sebuah pengharapan dan juga impian di masa depan yang indah.
Eaaaa... Baper mode on nih. Tanggung jawab ya Junitha, Bunda menunggu lanjutannya... Or sekuel lain yang bikin baper juga ❤
BalasHapusAsiaaaap Bunda, tunggu cerita selanjutnya yah Bun.
HapusWkwkwkkw .. berasa jadi Rara deh. Baca ini sambil senyum-senyum sendiri, ya Allah.
BalasHapusaroma2 fall in luv terasa ya mbak, hehehhe
HapusBerasa muda lagi baca cerita cinta, kayak sedang baca masalah Anita atau Aneka, ketahuan umur nih.
BalasHapusDulu jaman kuliah berlangganan majalah Aneka. Itu majalah anak muda banget yah Bun ....
HapusSerasa jadi ABG lagi baca cerpennya mbak Junita. So fresh, so young
BalasHapusIya bener, muda belia yang sedang berbunga-bunga, hehehhe
HapusMba aku baca dari awal sampe alhir. Genre ini genre favoritku. Aku senyum2 sendiri dan hatiku full of love deh wkwkwkwk. Lanjutin dong mbak di wattpad. Seru pasti ;)
BalasHapusCeritanya ringan banget ya mbak, khas ABG sedang fall in luv. wattpad ... hmmmm masih belum ada nyali nih, hehehhe
HapusWeh, aku baca tiap line quote Mom Junitha kayak bernada, ada suaranya gitu :D. Btw ini buku yang bikin kesengsem ya Mom, ehe :D
BalasHapusKadang aku tuh suka geli sendiri loh mbak kalau baca tulisanku, heheheheh
HapusEh mbak Jun, itu tulisan dibawahnya banyakan kosong?? Emang sengaja apa bigimana?
BalasHapusPinterr amat bikin baper, kayaknya si Bayu nih yang bernama rintik hujan, bener ga sih?? Aku jadi terhanyut ma ceritanya.
Iya mbak, si Bayu itu si pengangum dalam diam, alias rintik hujan. hehehhe
HapusSuka bikin baper mb Junitha nih, btw suka dengan karakter yang diangkat, sederhana namun begitu mengena, sederhana namun mengandung banyak makna
BalasHapusBetul Pak Gee, cerita ringan dan mengalir, hehhe
HapusIni buku hasil sagusaka maret kemarin kan? Ternyata kita satu buku...
BalasHapusSeneng ya dok, bisa ketemu di beberapa buku. Harus banyak belajar nih sama dr. Taura yang selalu menang lomba.
Hapusaaaaaaaaaaa baper! mb junita mana lanjutannyaaaaaaaaa???!!!
BalasHapusAku gantung dulu, biar pada penasaran mbak Sendy ....
HapusAiiiish, gemes banget baca cerpen ini. Ah, lama juga tak menulis cerpen, tuh kan jadi terbayang-bayang ingin nulis cerpen jugaa
BalasHapusYuks gaskuen, kita ber fikisi-fiksi ria mbak, heheh
HapusQuotenya dalem banget dan terbawa suasana,, ditunggu mbak lanjutannya ,,,
BalasHapusApalagi dibacanya pas turun hujan yah pak, hehe
HapusBagus bagus bagus kak.... selalu suka jalan cerita dan penokohannya. Aku tunggu kelanjutannya ya
BalasHapusTerima kasih mbak, ceritanya ringan banget ya mbak ... banyak dialami ABG nih hehehe
Hapushwaaa kerenn bangeet. ditunggu cerita kelanjutannya mbaaa
BalasHapusMakasih mbak say Nurita, ditunggu cerpen ringan selanjutnya ya mbak.
HapusAku bacanya sambil senyum2 sendiri dah Mbak. Asyik banget. Ditunggu lanjutannya yaa
BalasHapusMaksih mbak, ringan banget yak ceritanya, sekali duduk langsung selesai nih, heheheh
HapusTema cinta memang selalu menarik untuk dibahas ya
BalasHapusLanjutkan mbak, barakallah
Betul Bunda, cerita yang tak pernah usang nih, heheheh. Makasih Bunda Barakallah
Hapus